Sabtu, 01 Maret 2008

Untuk apa manusia diberi umur?

Manusia mempunyai misi kekhalifahan dan diberi umur untuk memakmurkan bumi. Kata umur mengandung arti misi, tugas. Orang hidup harus menggunakan umurnya sebagai tugas untuk menciptakan kemakmuran. Kalau tidak, berarti mengkhianati amanat, mengkhianati umur karena umur harus makmur. Kemakmuran dalam bentuk spiritual dan material. Ada orang yang makmur dunianya tapi pailit akhiratnya. Juga ada manusia yang pailit dunianya tapi makmur spiritualnya. Ini semuanya tidak benar.

Al Qur’an mengajarkan dalam berdo’a supaya mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat. Tapi barangkali makna kebaikan di dunia dan di akhirat, bukan akhirat berarti Masjid dan ditoko adalah dunia. Artinya keduanya berhimpitan. Apa yang dilakukan di dunia hendaknya sekaligus mempunyai makna akhirat. Yang dimaksudkan mempunyai makna akhirat juga sekaligus wujud dunia. Makanya, orang bekerja ya bekerja tapi juga mempunyai makna ukhrawi. Jadi bukan dua sayap; sayap yang satu dunia dan satu sayap lainnya akhirat. Harus kedua-duanya, dunia ya akhirat, begitu pula ya dunia.

SUMBER HIDUP ADALAH GERAK
Sebab kalau dipahami dua sayap, maka di dunia akan seenaknya berbuat dosa, karena nanti akan bertobat di Masjid atau Umrah untuk menghapuskan dosa, yang kemudian berbuat dosa kembali. Karena umur itu memakmurkan, maka harus makmur dunia dan makmur akhirat.
Umrah atau umur mempunyai dua spirit ; datang ke Baitullah untuk memakmurkannya dan makna lainnya yaitu orang berjalan.
Dalam Islam yang dinamakan gerak sangat luar biasa, seperti Thawaf, Sa’I, Sholat, dsb, semua dilakukan dengan gerakan-gerakan. Jadi umur yaitu orang yang bergerak, tidak boleh diam. Sholatpun dalam Islam gerak. Gerak menunjukkan dimensi fisik. Gerak badannya tapi hatinya Istiqomah hanya kepada Allah. Inilah keseimbangan yang menjadi satu. Bukan hanya merenung dan diam, bermeditasi mengosongkan diri. Hal seperti ini juga ada, misalnya I’tikaf. Tapi kalau dilihat dalam Islam ibadah terdiri dari gerakan-gerakan ; Thawaf, sholat bahkan puasa. Ibadah puasa merupakan gerak perubahan irama fisik; hidup siang menjadi malam dan malam mejadi siang, jam makan menjadi tidak makan dan jam tidur menjadi jam makan. Itulah luar biasa dinamis.
Makanya dalam istilah agama dengan shirat; jalan, Thawaf; memutar. Karena itu konsep umur dalam Islam artinya orang harus bekerja, produktif menciptakan kemakmuran, baik kemakmuran spiritual, intelektual, maupun material. Rasulullah dan para sahabatnya juga bergerak dalam berjuang di jalan Allah. Maka orang dikatakan berumur jika umurnya produktif.
Orang Islam sebagai peziarah. Para Sufi berkata bahwa manusia hidup di dunia sebagai peziarah tapi lupa dengan petanya. Imam al Ghazali memberikan ilustrasi bahwa suatu hari ada serombongan manusia yang hendak menunaikan ibadah Haji. Mereka mempersiapkan segala kebutuhan yang diperlukan dalam perjalanan. Tapi ketika hendak berangkat melihat temannya memakai pakaian dengan gagah dan Untanya dihias dengan indah, mereka iri melihat itu. Akhirnya mereka sibuk untuk berlomba menghias Unta dan memakai pakaian yang indah, mereka memutar-mutar disitu saja. Dan lupa dengan tujuan karena asyik memperindah sarananya. Imam Al Ghazali mengatakan bahwa banyak manusia yang lupa akan tujuan akhir karena disibukkan oleh persiapan peralatannya. Padahal alat digunakan untuk mendekatkan tujuan.
Kalau harus berpisah dan tidak siap, nanti akan sakit sekali rasanya. Ibarat anak kecil jika disapih dari ibunya. Makanya alam disebut Ibu Pertiwi, artinya manusia mempunyai keterkaitan yang erat sekali dengan ibu, tempat lahir. Jika tidak siap untuk dipisahkan dari Ibu Pertiwi, Tanah Air maka akan terasa sakit sekali.
Produk dari orang berumur yaitu “ Umrah “ artinya peradaban, Ilmu Pengetahuan. Universitas merupakan warisan “ Umrah “ dari generasi sebelumnya. Jadi generasi sekarang menerima warisan tapi juga harus meninggalkan warisan yang lebih baik. Secara fisik peradaban akan melahirkan Imarah, bangunan.

MACAM-MACAM UMUR
Umur ada tiga macam; Pertama, umur yang bersifat Kronologis; dihitung berapa banyak kalender dihabiskan. Umur yang bersifat Kronologis tidak mengenal kata surut, progres terus. Tidak akan kembali waktu yang sudah berlalu. Ada sebuah hadist yang maknanya kira-kira, setiap Matahari terbit berkata : “ Hai anak Adam, aku datang menemui hari ini dan hanya sampai sore nanti, kita berpisah tidak akan berjumpa lagi kecuali nanti dihari kiamat. Karena itu manfaatkanlah kehadiranku. Kalau tidak, nanti saya akan menanya kamu di akhirat bagaimana engkau menyambut kedatanganku “.
Setiap hari matahari berkata seperti itu. Maka jawaban orang Islam ketika bangun tidur, “ Ya Allah, Alhamdullillah matahari Engkau datang atas perintah Allah menemui kami. Aku akan gunakan hari ini untuk beramal shaleh dan beriman . dan begitu malam tiba berkata “ Hai anak Adam aku sekarang malam datang. Aku akan ingatkan kamu tadi melakukan apa, dan sekarang aku datang untuk mati memelukmu, untuk tidur. Siapa tahu engkau mati terus atau belum tentu bisa bangun lagi “.
Manusia sadar, oleh karena itu shalat malam, Isya. Dan sebelum tidur lapor kepada Allah : “Ya Allah terimalah amalku hari ini, ampunilah dosa-dosaku. Ya Allah kiranya engkau perpanjang umurku besok semoga ketika aku bangun Iman dan Islam masih tetap ada pada diriku. Dan kalau Engkau mengambil diriku, karena memang aku milik-Mu”. Umur yang kronologis berjalan terus, tidak mengenal kaya, miskin, pintar ataupun bodoh.
Kedua, umur berdimensi intelektual psikologis. Yaitu bisa saja seseorang secara kronologis sudah tua, tapi pendidikannya rendah, tidak berkembang emosinya, maka seperti anak-anak. Sehingga ada ungkapan “ Nggak pantas sudah tua kok kayak anak-anak “. Jadi sudah tua secara kronologis, tapi mentalitasnya anak-anak. Atau bahkan ada yang sebaliknya.
Umur yang kedua ini dikembangkan melalui pendidikan, training dan sebagainya. Sekarang banyak dikembangkan metode pengembangan umur psikologis, misalnya untuk melatih emosi diadakan training. Inilah salah satu metode mendewasakan umur secara intelektual-psikologis.
Ketiga : umur psikologis spiritual. Umur secara kronologis sudah tua juga secara intelektual pintar, apakah secara spiritual juga ikut berkembang ? ini tidak selalu sinkron.
Yang spiritual ini tidak mengenal kematian, karena wilayah dimensi rohani. Dalam keyakinan Mesir kuno mengapa mereka membuat Pyramid. Dulu ada seorang Antropolog yang mengadakan penelitian, ditemukanlah didalam Pyramid itu emas, karena sangat senangnya maka emas itu dicoba diambil dan ternyata beracun. Jadi diberi racun sehingga jika ada yang mencuri tangannya akan langsung terkena racun tersebut.
Sisi lain adalah parfume. Bagian dalam Pyramid tersebut wangi sekali tapi mengandung racun. Itulah peninggalan Mesir kuno yang sekarang menjadi misteri dikalangan ahli parfume. Bagaimana menciptakan wewangian yang bertahan beratus-ratus tahun.

RUH MANUSIA KEKAL
Mengapa menyimpannya di Pyramid ? karena mereka mempunyai keyakinan bahwa orang mati tapi ruhnya tidak akan pernah mati. Dibuat Pyramid yang tinggi supaya nanti kembali ke surga.
Zaman Yunani juga demikian, karena sesuatu yang rusak adalah yang terstruktur. Tapi ruhani tidak terstruktur, maka tidak terkena hukum kehancuran fisikal, itulah logika secara sederhana.
Al Qur’an memperkuat bahwa ruh tidak mati :
Mereka berkata : “ Tuhan ! Engkau telah membuat kami dua kali mati, dan memberi kami dua kali hidup ! sekarang kami mengakui dosa-dosa kami, masih adakah jalan keluar ? “. (Ghafir:11)
“ Hidup didunia ini hanya suatu permainan dan hiburan. Tapi tempat kediaman yang sesungguhnya di akhirat, itulah hidup yang sebenarnya, kalau mereka tahu “. ( Al-Ankabut : 64 )
Artinya kehidupan yang sempurna. Dalam bahasa Arab meninggal yaitu wafat, tapi pada arti yang tersembunyi yaitu nikmat itu disempurnakan. Mengapa ? karena bagi orang mukmin anugerah Allah baru secuil yang bisa dinikmati didunia. Karena itu wafat artinya engkau akan memperoleh lebih dari apa yang diterima didunia. Jadi kalau ada orang wafat yaitu memasuki kehidupan yang lebih baik lagi. Sehingga bagi orang mukmin jika ada orang meninggal, dari sisi kemanusian sedih, tapi disisi lain tidak boleh berlebihan, siapa tahu yang ditinggalkan merasa sedih, sedangkan yang meninggalkan merasa gembira, karena dia menerima nikmat melebihi yang diterimanya didunia.
Ada suatu pepatah mengatakan, hai anakku, kau tahu ketika engkau lahir kebumi engkau menangis, sementara orang-orang disekelilingimu tertawa-tawa, maka balaslah nanti. Ketika mereka menangis engkau tertawa yaitu ketika meninggal dunia. Orang menangis engkau tertawa, karena dijemput oleh para malaikat, untuk meniti memasuki kehidupan yang lebih baik lagi yaitu wafat.
Jadi akhirat lebih indah dibandingkan dengan kehidupan dunia, Firman Allah :
Tidakkah engkau melihat orang-orang yang kepada mereka dikatakan : “ Tahanlah tanganmu ( dari berperang ) tapi dirikanlah sholat dan keluarkanlah zakat “. Setelah ( kemudian ) perang yang diwajibkan kepada mereka supaya berperang, sebagian mereka malah takut menghadapi manusia, sama takutnya seperti menghadapi Allah lebih lagi, dan mereka berkata : “ Tuhan ! mengapa engkau mewajibkan perang kepada kami ? mengapa tidak Kau tangguhkan sampai waktu yang tak lama lagi ? Katakanlah : “ Hanya sebentar kesenangan dunia ini, akhirat lebih baik bagi yang bertaqwa dan mereka tidak akan diperlakukan tak adil sedikit pun ! “. ( An-Nisa : 77 )
“ Janganlah kamu mengira orang yang terbunuh dijalan Allah sudah mati, tidak mereka hidup disisi Tuhannya, mereka mendapat Rezeki “. ( Ali Imran : 169 )
Bagaimana perasaan kita jika ada koruptor yang bisa membeli hukum seenaknya. Kemudian ada satu pejuang untuk memperjuangkan Hak Asasi Manusia. Setelah keduanya mati tidak ada ceritanya, tutup buku. Apa makna pejuang dan penjahat kalau sudah mati selesai, sama saja. Hal ini tidak bisa. Harus ada kelanjutan seri kehidupan lagi, sebab kalau tidak ada untuk apa berjuang, sehingga ada ungkapan : “ jangankan cari barang halal, barang haram saja sulit “. Ini cara berpikir yang sudah kena racun, inilah yang berpandangan bahwa dunia hanya material saja. Dunia artinya dekat, dani, yang dekat dan yang dibawah.
Manusia, mata lahiriahnya hanya melihat yang ini. Tapi mata hati melihat dibalik yang jauh, kalau manusia karena mengurus materialisme hanya melihat yang dunia padalah mata inderawi tersebut sering menipunya, sebagai contoh rel kereta terlihat dari jauh seperti bertemu, padahal tidak. Itu memang menguntungkan manusia, sebab kalau semua tembus pandang akan merugikan.
Oleh karena itulah harus ada kehidupan lagi, karena kalau tidak ada berarti tidak adil dan tidak fair. Orang bertahun-tahun ditahanan demi perjuangan, yang lain keluyuran seenaknya.
Jadi harus ada kehidupan, tapi kalau tidak ada kehidupan diakhirat itu juga tidak ada kepastian hukum untuk apa, didunia menderita, nanti diperpanjang lagi diakhirat, disana harus ada keadilan dan harus ada hakim yang benar-benar adil dan tidak bisa disuap, sebab kalau tidak akan memperpanjang ketidak adilan didunia. Oleh karena itu Allah nanti yang akan merajai bukan lagi manusia.
Para filosof pun tanpa membuka ayat Al Qur’an merasa yakin bahwa harus ada keadilan jiwa. Sebab dengan begitu kebenaran dan keadilan bisa ditegakan, kemudian dasar moral kehidupan menjadi kuat, optimisme itu kemudian mempunyai alasan.
Bagi orang mukmin wafat tidak perlu ditakuti bahkan seharusnya ditunggu-tunggu, kita boleh berdo’a yaitu dengan cara mengharap dengan amal perbuatan.
Bagi seseorang sholeh, setiap kali Allah disebut Rahman dan Rahim yang dirindukan kampung halaman yaitu kembali kealam arwah. Jadi kalau alam rahim artinya alam yang penuh kasih sayang, alam arwah Rahim, maka semoga arwahnya diterima disisi Allah, maksudnya dalam kehidupan yang damai bersama Allah yang Rahman dan Rahim. Ada semacam kerinduan, sehingga orang Sufi mengatakan :
“ Kematian adalah pintu gerbang untuk lebih dekat kepada yang dicintai “.
Jadi kematian tidak perlu ditakuti, tapi kapan lebih dekat kepada Allah yaitu melalui kematian. Jadi semakin tua jangan takut dengan kematian tapi harus gembira karena akan kembali kekampung halaman.
Kalau dilihat grafik manusia sampai umur dua puluh pertama memasuki umur kronologis, kaitannya dengan body yang dimanjakan. Umur dua puluh kedua secara psikologis sudah agak dewasa, maka para Nabi pun rata-rata berumur empat puluhan tahun, sedangkan dua puluh ketiga memasuki umur psikologis spiritual. Masa akhir dari kronologi umur yang diberikan Allah SWT.

Blog Advertising

Tidak ada komentar:

Posting Komentar